Selamat datang di Blog Pribadi Untuk Sosial Dan Semua

Hukum Fiqih Dalam Sekufu' Pernikahan

24 Oktober 20140 komentar





Hukum Fiqih
Imam As-Sya’rowi dalam menafsirkan ayat ini memberikan penekanan yang lebih akan pentingnya kesamaan antara suami dan istri. Kesamaan yang dimaksud terutama dalam hal agama, walaupun tidak menutup kemungkinan persamaan cara berpikir, starata pendidikan, starata sosial dan ekonomi juga menjadi pertimbangan yang kuat.
Maka dalam prakteknya bisa dipastikan bahwa laki-laki baik juga akan mendamkan perempuan yang baik, dan perempuan yang baik juga akan berusaha mencari laki-laki yang baik.
Memang sulit mengukur tingkat kebaikan dalam katagori agama, kecuali jika sebelumnya ada pengakuan yang jujur. Namun disinilah pentingnya jalan musyawarah, dan ini jugalah rahasianya mengapa perempuan itu tidak boleh menikahkan dirinya sendirinya, wali menjadi syarat sahnya pernikahan, karena perempuan wajib memusyawarahkannya dahulu sebelum menerima atau menolak lamaran dari laki-laki yang datang.
Jangan hanya karena hati ini sudah berbunga-bunga lalu kemudian menutup mata akan penilaian yang lainnya; bagaimana aqidahnya, sholatnya seperti apa, bagaimana akhlaknya, seperti apa dia dimata keluarga dan shabatnya, seperti apa cara pandangnya tentang kehidupan, dan seterusnya.
Lalu tiba-tiba mau diajak kawin lari, atau malah kawin kontrak. Tidakkah kita berpikir bahwa bahwa dia yang tidak berani mendatangi perempuan dengan baik adalah ciri dari laki-laki yang tidak baik. Dan sebaliknya dia yang mau diajak berbuat tidak baik adalah ciri dari perempuan yang tidak baik.
Bertaubat adalah cara terbaik untuk melepaskan diri dari cap sebagai laki-laki atau perempuan buruk. Ini adalah cara perbaikan diri berkesinambungan yang diajarkan oleh Islam. Siapa yang mengakhirkan istighfarnya sedang ia mampu unutuk beristighfar sekarang, maka istighfarnya itu membutuhkan istighfar lainnya, inilah taubatnya taubat, seperti kata Ibnu QayyimAl-Jauzi.
A. Sekufu’ Dalam Hal Apa Saja?
Dalam Madzhab Hanafi yang dimaksud dengan sekufu adalah kesepadanan antara perempuan dan laki-laki dalam enam hal: Nasab, Islam, pekerjaan, merdeka atau budak, kualitas beragama, dan starata ekonomi.
Dalam Madzhab Maliki yang dimaksud dengan sekufu disini adalah kesamaan (al-mumatsalah) dalam dua hal, yaitu kesamaan dalam kualitas beragama dimana seorang muslim harusnya berjodoh bukan dengan yang fasik, dan yang kedua kesamaan dalam kesehatan jasmani. Keterangan seperti ini bisa ditemukan dalam kitab Taj Al-Iklil (jilid 3, ha.  460)
Adapun dalam madzhab Syafi’i seperti yang dijelaskan dalam Al-Majmu’ (jilid 2, hal. 39) yang dimasuk dengan sekufu’ adalaha kesamaan dalam empat hal; kesamaan dalam nasab, agama, starata sosial (merdeka atau budak), dan pekerjaan.
Sedangkan dalam madzhab Hanbali , Al-Mawardi dalam Al-Inshaf (jilid 8, hal. 108) sekufu’ yang dimaksud adalah kesamaan dalam lima hal: Agama, pekerjaan, starata ekonomi, status sosial (merdeka atau budak), dan nasab.
Semua sifat-sifat diatas masih dalam perdebatan diantara para ulama, untuk lebih jelas pembahasan seperti ini akan lebih detail dibahas dalam kitab-kitab fiqih semua madzhab. Namun yang lebih menjadi titik tekan para ulama adalah kesamaan agama dan kualitas bergama. Dan ini juga yang ditekankan oleh semua madzhab fiqih yang empat.
Minimal mereka yang menikah itu harus sesama muslim, terlebih untuk perempuan muslimah, jangan sampai terulang cerita cinta yang berseberangan, menikah dengan non muslim. Pembahasan tentang menikah dedah agama sudah kita bahasa pada pekan sebelumnya. [Lihat: http://www.rumahfiqih.com/tafsir/x.php?id=3&=nikah-beda-agama.htm ]
Lalu kemudian setelah itu barulah kita menilai kualitas keberagamaannya, sehingga diharapkan muslim dan muslimah tidak menikah seorang yang fasik. Pun begitu sebaliknya.
Kesadaran tentang perhatian agama ini setidaknya bisa diapat melalui hadits Rasululullah SAW berikut yang sudah sangat akrab ditelingah kita semua:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ  لِمَالِهَا  وَلِحَسَبِهَا  وَلِجَمَالِهَا  وَلِدِينِهَا  فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Wanita itu dinikahi karena empat hal : karena agamanya, nasabnya, hartanya dan kecantikannya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selama”t (HR. Bukhari  Muslim)
Dalam hadits lainnya seperti yang diriwayatkan oleh Suhail bin Sa’ad, suatu waktu lewatlah seorang laki-laki dihadapan Rasulullah SAW, lalu semua orang bertanya sesama mereka: Apa pendapat Anda semua tentang laki-laki ini? Lalu semua orang yang disekitar itu menjawab bahwa dia adalah orang baik, jika dia melamar pasti diterima, jika dia meminta syafaat pasti diberi dan jika dia berkata pasti didengar. Lalu kemudian lewat lagi satu orang lainnya yang fakir, dan semua bertanya bagaimanakah pendapat Anda tentang laki-laki ini? Lalu semua menjawab bahwa laki-laki ini jika melamar tidak akan diterima, dan jika meminta syafaat juga akan ditolak, juga jika berbicara tidak akan didengar. Maka Rasulullah SAW bersaba:
فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -  هذا خير من ملء الأرض مثل هذ
“Laki-laki seperti ini (laki-laki kedua) lebih baik dari seisi dunia”
Memang agak sulit sebenarnya untuk mengetahui kualitas agama seseorang, kecuali memang ada kejujuran yang sangat jujur. Maka dalam hal ini ketika ada laki-laki atau perempuan yang tidak mempunyai catatan melakukan dosa besar, dan dia juga rajin melaksanakan yang wajib, maka ini bisa masuk dalam katagori minimal.
Namun lebih dari itu, agama sebenarnya adalah akhlak, mulai dari cara berfikir, tutur kata, penampilan, cara berjalan, empati, amanah, tanggung jawab, tidak gampang marah, jujur, lemah-lembut, menghormati yang lebih tua, penyayang, sampai pada akhirnya dalam urusan ibadah; shalat, puasa, zakat, dst.
Untuk itu urusan cinta harus melibatkan banyak orang, terutama untuk mengetahui hal-hal tersebut. Pacaran bukanlah jalan terbaik untuk mengetahui dengan jujur sifat pasangan yang diinginkan. Jalur musyawarah dengan keluarga dan lainnya akan sangat membantu dalam proses pencarian. Dan tidak juga salah jika sebagian ada yang melibatkan seorang ‘guru’ dalam  proses pecarian.
Karena siapa tahu pilihan seorang guru bertemu dengan keinginan orang tua dan pada akhirnya juga bertemu dengan pilihan Allah SWT. Karena dulunya Rasulullah SAW juga sebagai ‘guru’ dari para sahabatnya sering diminta bantuan untuk mencarikan pasangan bagi mereka.
Share this article :

Posting Komentar

Komentar Kritik dan Saran yang Membangun sangat Berarti bagi Kami.
Terimakasih sudah mampir di Blog yang Sederhana ini :D
Mohon untuk LIKE Pane Fage Pondok Yatim Daarussalam di Pojok Kanan Atas. Terimakasi..

 
Support : Qye Ducky | Creating Website | Qye Course | Masduki | PAYTREN YUSUF MANSUR
Copyright © 2016/1437.H qyeowner.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by Masduki Ibnu Zeeyah
Proudly powered by Blogger