Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau
bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung
hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong
dan Allah tidak menyukai kesombongan.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan
Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Yang diajarkan dalam hadits di atas adalah berpakaian yang tawadhu’, tidak sombong. Bagaimana bentuknya? Yaitu tidak memakai celana di bawah mata kaki bagi pria.
Selengkapnya di Rumaysho.Com:
http://rumaysho.com/akhlaq/berpakaian-yang-tawadhu-7623
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras dari sikap sombong yaitu dalam berjalan, berpakaian, memakai imamah, juga dalam memakai mashlah[1]. Termasuk juga di sini tidak sombong dalam berbicara. Allah itu tidak menyukai orang yang sombong. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman: 18). Hendaklah seseorang dalam berpakaian, berjalan, dan setiap keadaannya penuh ketawadhu’an. Karena siapa saja yang tawadhu’ pada Allah, maka Allah akan memuliakan dirinya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 296).
Sebelumnya dalam surat Lukman disebutkan,
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” (QS. Lukman: 18). Maksud ayat ini adalah janganlah bersikap sombong dan angkuh. Janganlah melakukan hal tersebut karena dibenci oleh Allah.
Adz Dzahabi ketika membawakan di antara al kaba-ir (dosa besar) adalah celana yang dalam keadaan isbal (berada di bawah mata kaki), lalu beliau membawakan ayat di atas. Ini menunjukkan bahwa beliau menafsirkan di antara bentuk berjalan dalam keadaan sombong adalah berjalan dengan celana dalam keadaan isbal. (Al Kabair, hal. 104).
Ibnu Zeeyah, HS
Yang diajarkan dalam hadits di atas adalah berpakaian yang tawadhu’, tidak sombong. Bagaimana bentuknya? Yaitu tidak memakai celana di bawah mata kaki bagi pria.
Selengkapnya di Rumaysho.Com:
http://rumaysho.com/akhlaq/berpakaian-yang-tawadhu-7623
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras dari sikap sombong yaitu dalam berjalan, berpakaian, memakai imamah, juga dalam memakai mashlah[1]. Termasuk juga di sini tidak sombong dalam berbicara. Allah itu tidak menyukai orang yang sombong. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman: 18). Hendaklah seseorang dalam berpakaian, berjalan, dan setiap keadaannya penuh ketawadhu’an. Karena siapa saja yang tawadhu’ pada Allah, maka Allah akan memuliakan dirinya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 296).
Sebelumnya dalam surat Lukman disebutkan,
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” (QS. Lukman: 18). Maksud ayat ini adalah janganlah bersikap sombong dan angkuh. Janganlah melakukan hal tersebut karena dibenci oleh Allah.
Adz Dzahabi ketika membawakan di antara al kaba-ir (dosa besar) adalah celana yang dalam keadaan isbal (berada di bawah mata kaki), lalu beliau membawakan ayat di atas. Ini menunjukkan bahwa beliau menafsirkan di antara bentuk berjalan dalam keadaan sombong adalah berjalan dengan celana dalam keadaan isbal. (Al Kabair, hal. 104).
Ibnu Zeeyah, HS
Posting Komentar
Komentar Kritik dan Saran yang Membangun sangat Berarti bagi Kami.
Terimakasih sudah mampir di Blog yang Sederhana ini :D
Mohon untuk LIKE Pane Fage Pondok Yatim Daarussalam di Pojok Kanan Atas. Terimakasi..