Oleh: Akhmad Sudrajat
Abstrak: Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran
merupakan salah satu tugas penting yang harus dilaksanakan guru. Tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk
perilaku atau penampilan, yang di dalamnya tercakup perubahan perilaku siawa
secara menyeluruh. Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan
manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran
seyogyanya dirumuskan secara jelas dan tegas, dengan meperhatikan kaidah-kaidah
tertentu.
A. Pendahuluan
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan
salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI
No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen
dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan
pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.
Agar proses pembelajaran dapat
terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Kendati demikian, dalam
kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya kita masih dapat menemukan
permasalahan yang dihadapi para guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan
pembelajaran yang hendak dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan
inefesiensi pembelajaran.
Oleh karena itu, melalui tulisan sederhana ini
akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan
pembelajaran, dalam perspektif teoritis. Dengan harapan dapat memberikan
pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan
pembelajaran secara tegas dan jelas, sehingga dapat melaksanakan pembelajaran
yang benar-benar terfokus pada tujuan
yang telah dirumuskannya.
B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran
psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya
memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali
dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert
Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing
Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang
penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di
dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F.
Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu
pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang
diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang
diharapkan. Henry Ellington bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang
diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik (2005)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah
laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
Sementara itu, menurut Standar
Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan
proses dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam
tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses
belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan
pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama,
bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada
siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam
bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk
digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan
tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara
tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat
memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar
kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara
lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3)
membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
(4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan
petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik,
mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan
prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Sementara itu, Fitriana Elitawati (2002) menginformasikan hasil
studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang
berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus
kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat
meningkatkan efektifitas belajar siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah
satu komponen penting dalam pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu
dan tingkat efektivitas pembelajaran.
B . Bagaimana Merumuskan Tujuan
Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang
dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan
pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa
lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan
yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau
konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada
pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan
melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered).
Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran,
tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan,
selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal
dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran
tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya
gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kendati demikian, di
lapangan kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran seringkali dikacaukan dengan
perumusan indikator pencapaian kompetensi. Sri Wardani (2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian
kolektif, karena rumusan tujuan
pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran
yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian
kompetensi tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan pembelajaran
yang disusun guru, karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik
Kompetensi Dasar yang akan dicapai siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya
memiliki titik persamaan yaitu memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan
hasil pembelajaran.
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di
lapangan, yang pasti bahwa untuk
merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi
harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva
L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan
tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu
menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti
pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam
memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu
cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya
diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis
taksonomi perilaku; dengan
menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan
bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru
hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah
psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa
sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk
menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang
dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan
ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1.
Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (application),
penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
2.
Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending),
sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization); dan
3.
Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular
system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set),
peniruan (imitation),
membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan
menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata
kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang hendak dicapai
melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, dalam tabel berikut disajikan
contoh kata kerja operasional dari masing-masing ranah.
Tabel 1: Kata Kerja Ranah Kognitif
Pengetahuan
|
Pemahaman
|
Penerapan
|
Analisis
|
Sintesis
|
Penilaian
|
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
|
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
|
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
Memproses
Meramalkan
|
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
|
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan
Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi
|
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan
|
Tabel 2: Kata Kerja Ranah Afektif
Menerima
|
Menanggapi
|
Menilai
|
Mengelola
|
Menghayati
|
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati
|
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak
|
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
|
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk
pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk
|
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
|
Tabel 3. Kata Kerja
Ranah Psikomotorik
Menirukan
|
Memanipulasi
|
Pengalamiahan
|
Artikulasi
|
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
Memposisikan
Mengonstruksi
|
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
Mereparasi
Mencampur
|
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus
|
Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
Menimbang
|
Merujuk pada pemikiran Bloom di atas, tampak
bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup seluruh ranah perilaku
individu. Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian perubahan perilaku kognitif
atau intelektual semata, yang hingga ini
tampaknya masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di Indonesia.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa
komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1)
perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada
dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya
mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat
dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada
akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat
mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas
tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi
performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan
pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat
dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan
kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik
berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk
perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Masih berkenaan dengan perumusan tujuan
pembelajaran, Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru
tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat
tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan
idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008)
mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan
sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang
dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition
(persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai,
dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam
perkuliahan mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan
diharapkan:
“Mahasiswa dapat menjelaskan minimal tiga prinsip
dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”
Mahasiswa=
Audience
Menjelaskan=
Behavior
Prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan = Condition
Minimal
tiga prinsip= Degree
Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran pada
dasarnya merupakan otoritas guru sepenuhnya, namun seiring dengan penerapan
konsep pembelajaran demokratis dan pembelajaran partisipatif, maka dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, selain memperhatikan tuntutan kurikulum yang
berlaku, seyogyanya guru dapat melibatkan
siswa didalamnya. Keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan
pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat lebih termotivasi dan lebih fokus
mengikuti setiap kegiatan belajar dan
pembelajarannya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan
mengharmonisasikan untuk mempertemukan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana
digariskan dalam kurikulum dengan tuntutan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Seorang
guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan
pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan
tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat
ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari
penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku
atau penampilan, dan diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan.
5. Tujuan
pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku yang menyeluruh, didalamnya tercakup
perubahan perilaku kognitif, afektif,
dan psikomotor.
6. Tujuan
pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, dengan memperhatikan
kaidah-kaidah tertentu.
Sumber:
Fitriana Elitawati .2002. Manfaat
Tujuan Dalam Proses Belajar Mengajar. online : http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar/.
diakses 15 September 2009
Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan
Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nana Syaodih
Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Omar Hamalik.2005. Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Permendiknas RI No.
52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Sri Wardani (2008). Perbedaan Indikator
Pencapaian Kompetensi dan Tujuan
Pembelajan, on line: http://p4tkmatematika.org/2008/10/perbedaan-indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-oleh-drasri-wardhani-mpd/,
diakses 15 September 2009.
W. James Popham dan
Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul
Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.
W. Gulo. 2005. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.
http://freedollar.danatripler.com/
Syukron Atas Kunjungan
Anda..
Mohon Luangkan waktu
ANDA sebentar untuk MengKlik Web diBawah ini.
karena Kami sangat membutuhkan bantuan ANDA..
karena Kami sangat membutuhkan bantuan ANDA..
Posting Komentar
Komentar Kritik dan Saran yang Membangun sangat Berarti bagi Kami.
Terimakasih sudah mampir di Blog yang Sederhana ini :D
Mohon untuk LIKE Pane Fage Pondok Yatim Daarussalam di Pojok Kanan Atas. Terimakasi..