* Buletin PRISMA *
Mudah-mudahan Allah SWT yang Maha
Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui
kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan
memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh
kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa
nafsu. Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan
kepada keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena
ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang
tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan di sisi Allah tidak juga
diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling
benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh Allah, yang
paling tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah dan yang akan menemani
Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan
amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau
akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona pada topeng duniawi
tapi segera sesudah tahu akhlak buruknya, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus
kedunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini ditanyakan sendiri oleh
beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabat, "Mengapa engkau diutus
ke dunia ini ya Rasul?" Rasul menjawab, "innama buitsu liutamimma
makarimal akhlak", "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah utnuk
menyempurnakan akhlak."
Sayangnya kalau kita mendengar kata
akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan.
Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekadar senyuman dan
keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah
suatu hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh,
termasuk bagian akhlak kita kepada Allah.
Akhlak kita kepada Allah SWT harus
dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada Allah,
hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah
tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada
sekutu lain selain Allah. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan
di alam semesta ini selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari
sifat munafik.
Bagaimanakah sifat orang munafik itu?
Imam Al Ghazali menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom tentang seorang ulama
shalih ketika mengupas perbedaan antara orang mukmin dengan orang munafik :
"Seorang mukmin senantiasa
disibukkan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian
apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukkan dengan ketamakan
dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukmin berputus asa dari siapa
saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada Allah, sementara orang munafik
mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada Allah SWT.
Seorang mukmin merasa aman, tidak
gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada Allah
karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman Allah, di
lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada
Allah, naudzubillaah, yang tidak dia takuti malah Allah SWT.
Seorang mukmin menawarkan hartanya demi
mempertahankan agamanya, sementara orang munafik menawarkan agamanya demi
mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena malunya
kepada Allah meskipun dia berbuat kebajikan, sementara orang munafik tetap
tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat dengan
menyendiri bermunajat kepada Allah, sementara seorang munafik senang berkumpul
dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada Allah.
Seorang mukmin ketika menanam merasa
takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan
panen.
Seorang mukmin memerintahkan dan
melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan
perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki, sementara seorang
munafik memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia
malah merusak, naudzubillaah."
Ah, sahabat. Nampak demikian jauh beda
akhlak antara seorang mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus
benar-benar berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di
atas. Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa
yang menandingi kebesaran dan keagungan Allah. Kita harus yakin siapa pun yang
punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan
bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan
kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang
kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan menghinakan dirinya.***
Bundel by PRISMA --- Juni ‘12
Syukron Atas Kunjungan
Anda..
Mohon Luangkan waktu
ANDA sebentar untuk MengKlik Web diBawah ini.
karena Kami sangat membutuhkan bantuan ANDA..
karena Kami sangat membutuhkan bantuan ANDA..
Posting Komentar
Komentar Kritik dan Saran yang Membangun sangat Berarti bagi Kami.
Terimakasih sudah mampir di Blog yang Sederhana ini :D
Mohon untuk LIKE Pane Fage Pondok Yatim Daarussalam di Pojok Kanan Atas. Terimakasi..